RADIO
“RIMBA RAYA” (Peranannya Bagi kemerdekaan Indonesia)
Setelah
Belanda melancarkan agresinya yang kedua, 19 Desember 1948, Radio Belanda Hilversum, Radio Belanda di Batavia dan di Medan
mengumumkan bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi, seluruh kota-kota utama
telah direbut dan diduduki oleh pihak Belanda. Semua pemimpin Republik Indonesia
telah di tawan.
Masyarakat
internasional menilai bahwa apa yang di umumkan oleh Radio Belanda itu memang
benar. Karena kota-kota besar tempat
kedudukan pemerintah Republik Indonesia seperti yogyakarta,
Bukit Tinggi, dan P.
Siantar ibukota provinsi sumatera telah diduduki Belanda. Sementara
radio-radio yang ada di kota-kota itu telah “dibungkam” semua. Belanda
menganggap Republik Indonesia tidak “berkutik” dan tidak dapat bersuara lagi
untuk menyampaikan pesan-pesan kemerdekaan ke luar negeri.
Sungguh
tidak disangka oleh Belanda, bahwa tiba-tiba muncul di udara Radio Rimba Raya, yang menggunakan signal calling
Radio Divisi X, Radio Republik Indonesia, Suara Indonesia Merdeka, yang bekerja
pada frequensi 19,25 dan 61 meter, yang mempunyai kekuatan pemancar 350 watt
untuk siaran telegrafi, dan 300 watt telefoni segera menjawab: “Republik Indonesia masih ada. Ada daerah
yaitu daerah Aceh. Masih ada pemerintah, yaitu Pemerintah Darurat Republik
Indonesia yang berkedudukan di sumatera. Ada tentara, yaitu Tentara Republik
Indonesia, dan masih ada rakyat yaitu rakyat Indonesia”.
Disamping
itu ada Salah seorang tentara Inggris (sekutu) Abdullah
Inggris yang bernama asli Jhon Edward Berpangkat Letnan membelot kepihak
RI, kemudian di beri nama Abdullah. Dia menjadi anggota penerangan Tentara
Divisi X dan menjadi penyiar dalam bahasa Inggris pada Radio Rimba Raya.
Kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi Kapten. Adakalanya dia menjadi Ajudan Komandan
Divisi X Kolonel Husin Yusuf.
Radio
Rimba Raya dapat melaksanakan tugas yang amat penting, yaitu memelihara
komunikasi dengan pimpinan pusat gerilya di sekitar pedalaman yogyakarta dan surakarta.
Waktu itu hanya ada tiga pemancar gerilya yang beroperasi secara terbuka, yaitu
siaran Republik dari hutan-hutan di Surakarta. Siaran pemerintah darurat R.I.
(PDRI) di wakili Sumatera Barat, 15 km dari Paya Kumbuh, Radio perjuangan Rimba
Raya yang berlokasi di antara Bireun-Takengon (Aceh).
Bantahan dan perlawanan yang dilakukan oleh Radio Rimba Raya, membuat Belanda semakin
tersudut. Betapa tidak, pemancar Radio Rimba Raya begitu kuat siarannya dapat
di dengar di berbagai negara Asia, Australia,
dan beberapa negara Eropa Barat. Tiap malam Radio
ini muncul di udara dalam 6 bahasa, yaitu Inggris,
Belanda, Indonesia, Arab, Cina, dan Urdu.
Pemancar
Radio Rimba Raya mempunyai kekuatan 350 watt uantuk siaran telegrafis dan 300
watt untuk telefoni. Berdiri di samping pemancar ini. Letnan.
A. Wahid Lubis, sekarang Kolonel (Purn.) salah seorang teknisi Radio
Rimba Raya.
Berdasasrkan
fakta sejarah, Radio Rimba Raya ini paling banyak di monitor oleh “All India Radio” di New Delhi, tempat kedudukan
kepala perwakilan Indonesia Sudarsono. Sementara
itu, “Australia Broadcasting Corporation” juga
tetap memonitor Radio Rimba Raya. Kedua pemancar ini selalu bertanya hal-hal
yang tidak jelas. Melalui siaran Radio Rimba Raya yang didukung oleh pemancar-pemancar
gerilya yang lain, masyarakat luar negeri dan dalam negeri mengetahui secara pasti
tingkat perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Bahwa
pemimipin-pemimpin Republik Indonesia di tawan oleh Belanda sebagaimana
disiarkan oleh Radio Belanda memang merupakan fakta sejarah. Begitu Belanda
berhasil menduduki Yogyakarta, para pemimpin Indonesia Presiden Soekarno, Perdana Menteri Sutan Syahrir dan menteri luar negeri H. Agus Salim di tawan Belanda. Di
Yogyakarta di terbangkan ke Jakarta, dari Jakarta ke Medan, kemudian di bawa ke
Brastagi dan di tawan di sebuah pesanggerahan
yang di kenal bernama Lau Kumba. Sedangkan Bung
Hatta dan para pemimpin lainnya di terbangkan ke Bangka
dan di tawan di sana.
RUMAH
PESANGGERAHAN LAU KUMBA DULU
RUMAH
PESANGGERAHAN LAU KUMBA SEKARANG
Ketika Bung Karno, Sutan Syahrir, dan H. Agus Salim
ditawan Belanda di Brastagi, ada suatu peristiwa sejarah yang begitu penting
yang tidak pernah terungkap. Peristiwa itu adalah usaha Belanda hendak menyuap Bung Karno dengan uang Gulden satu peti, namun
Bung Karno menolak. Setelah kegagalan itu, Bung Karno hendak di racun dengan
menyuruh pelayan Bung Karno yang bernama Karno Sobiran
untuk mencampur racun ke dalam makanan Bung Karno. Tetapi pelayan Bung Karno
itu menolak mentah-mentah, malah membentak
perwira Belanda itu. Dia tidak peduli terhadap
resiko karena penolakan itu dia akan di tembak. Peristiwa sejarah ini di ungkap
sendiri oleh Karno Sobiran mantan pelayan Bung Karno ketika di tawan di Pesanggerahan
Lau Kumba. Kepada Muhammad TWH, Drs. Saiful Tanjung, dari Dinas Kebudayaaan dan
Suharto MM dari Museum Negeri Banda Aceh. kami berkunjung ke rumah Karno
Sobirsn tanggal 13 april 2001, di Jl. Kapten Muslim Gg. Sidomulyo, Medan pada
saat itu, Karno Sobiran berumur 89 tahun, tetapi jalan pikirannya masih jernih,
dan ingatannya masih sangat baik. Sebagai ilustrasi perlu kami ungkapkan
peristiwa sejarah apa yang dilihat oleh Karno Sobiran sebagai berikut:
Kedatangan
kami bertiga di sambut dengan wajah yang berseri-seri. Karno Sobiran membuka pembicaraan
apa yang ingin kami ketahui
Dengan
kata-kata yang terang dan teratur, Karno Sobiran mengatakan: “hari itu tanggal
22 Desember 1948, iring-iringan mobil masuk ke pekarangan pesanggerahan Lau Kumba.
Bung Karno keluar dari salah satu mobil yang kapnya tertutup. Karno Sobiran
menyongsong Bung Karno dengan membawa tas masuk ke kamar no.1 yang ada kamar
mandinya di dalam. Sedangkan kamar no. 2 ditempati oleh perdana Menteri St. Syahrir
dan H. Agus Salim.
Ketika
Karno Sobiran memijit-mijit Bung Karno, Bung Karno berkata: “ kau tahu No, kita
bisa merdeka berkat Rahmat Allah, kalau kita pikir mana bisa kita merdeka,
lawan kita senjatanya lengkap, sedangkan kita hanya dengan bambu runcing.
Berbagai kesulitan yang kita alami di masa lalu jangan kita ingat-ingat lagi,
yang penting sekarang kita atur perjuangan ini sehingga kita bisa mencapai
kemenangan.
Mengenai
jalan cerita Bung Karno hendak di suap dengan uang Golden satu peti. Karno Sobiran
menguraikan sebagai berikut:
Seminggu
setelah Bung Karno di Pesanggerahan Lau Kumba Brastagi datanglah 8 orang
pembesar Belanda. Kelihatan yang datang itu orang-orang berpangkat. Dua orang
di antaranya berseragam putih. Kursi-kursi di ruang makan disuruh geser semua,
Karno Sobiran sungguh tidak mengerti apa maksud orang-orang Belanda itu.
Setelah ruangan kosong, dua orang membawa masuk satu peti lagi juga di bawa
oleh perwira Belanda.
Tidak
lama kemudian menyusul masuk 8 orang Belanda dan berdiri megelilingi dua peti
itu. Ketika dua peti itu di buka alangkah terkejutnya karno.
Sobiran
yang berdiri di pintu melihat satu peti penuh dengan uang Gulden Belanda yang
masih baru, tetapi tidak sempat di perhatikan tukaran berapa, sedangkan satu
peti lagi penuh dengan pakaian mewah yang harganya tentu amat mahal. Tetapi Karno
Sobiran tidak mengetahui berapa pasang.
Setelah
persiapan itu dilakukan, kemudian Bung Karno dipanggil dari kamarnya. Begitu keluar
Bung Karno melihat pembesar-pembesar Belanda itu berdiri mengelilingi peti yang
penuh berisi uang dan peti yang penuh berisi pakaian mewah. Bung karno berdiri
dengan tenang dengan muka tidak enak. Tidak lama kemudian seorang pembesar
Belanda yang berdiri dekat Bung Karno menyodorkan satu surat yang telah dipersiapkan
dan pulpen kepada Bung Karno agar menandatangani surat itu. Bung Karno membaca
surat itu dengan wajah yang telah berubah. Kemudian Bung Karno mengatakan dalam
Bahasa Belanda yang artinya: “saya Bapak rakyat, saya akan tanya terlebih dahulu
kepada rakyat. Kalau rakyat setuju, saya akan tanda tangani surat ini”.
Dengan
muka masam Bung Karno meninggalkan Belanda-Belanda itu dan dia kembali ke
kamarnya. Bung Karno tidak pernah mengatakan isi surat yang di suruh tanda
tangani oleh Belanda, tetapi dalam situasi perang kemerdekaan surat itu adalah
surat “menyerah kepada Belanda” atau “surat pembatalan prokalmasi kemerdekaan”.
Sikap
tegas Bung Karno itu oleh orang-orang Belanda itu dianggap seperti “halilintar
di siang bolong”. Belanda tidak menyangka bahwa uang Gulden yang begitu banyak
tidak dapat mempengaruhi Bung Karno. Padahal petingggi-petinggi Belanda itu
menjanjikan, begitu surat yang disodorkan itu ditandatangani Bung Karno akan di
terbangkan ke negeri Belanda. Ketika Bung Karno hendak di suap, Sutan Syahrir
dan H. Agus salim tidak melihat peristiwa itu karena kedua pemimpin Republik
ini berada di dalam kamarnya.
Tiga pemimpin RI yang pernah di tawan Belanda pesanggerahan Lau
Kumba Brastagi selama 12 hari. Kiri: Bung Karno, Sutan Syahrir, H.Agus salim dan
perwira Belanda yang mengawalnya.
Petinggi-petinggi
Belanda itu hanya 2 jam berada di Pesanggerahan itu, kemudian mereka kembali ke
Medan dengan membawa kembali uang dan pakaian yang mewah yang ditolak
mentah-mentah oleh Bung Karno. Semingggu kemudian datang lagi pembesar—pembesar
Belanda hendak membujuk Bung Karno agar mau menandatangani surat yang di
sediakan itu, tetapi bung karno tetap menolak.
Rupanya
penolakan Bung Karno itu merupakan pukulan berat bagi Belanda. Hal ini telah mendorong
mereka untuk membunuh Bung Karno dengan racun. Bebarapa hari setelah penolakan
yang kedua kalinya, seorang perwira Belanda mencegat Karno Sobiran ketika
sedang melangkah membawa makanan bung karno, ke kamarnya. Perwira Belanda itu
menyerahkan satu botol kecil yang berisi racun dan disuruh untuk mencampur ke
dalam makanan Bung Karno.
Karno
Sobiran menolak dengan tegas dan mangatakan: “Gila kau, kalau kau sendiri menghadapi dia,seperti tikus disiram minyak”.
Karno Sobiran waktu itu tidak peduli bahwa dia akan di tembak Belanda karena
menolak mencampur racun kedalam makanan Bung Karno. Dengan kejadian ini, maka
untuk kedua kalinya Belanda gagal, gagal menyuap dan gagal hendak meracuni Bung
karno”.
Rupanya
pengumuman Belanda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, diselaraskan
dengan rencana menyogok Bung Karno dengan uang yang begitu banyak. Satu peti uang Golden
bukan sedikit. Belanda rupanya merasa yakin Bung Karno akan dapat “ditundukkan”
dengan jumlah uang dan pakaian mewah dan dijanjikan akan di terbangkan dan
menetap di negeri Belanda. Rupanaya maksud tersebut meleset. Republik Indonesia
tidaka mau menyerah kepada Belanda dan tidak mau proklamasi kemerdekaan itu di
batalkan.
Kalau
Radio Rimba Raya menjawab bahwa Republik Indonesia masih ada, masih ada daerah,
yaitu daerah Aceh, masih ada pemerintah, yaitu pemerintah darurat Republik
Indonesia, masih ada Tentara Nasional Indonesia dan masih ada rakyat yaitu
rakyat Indonesia. Disini jelaslah bahwa jawaban Radio Rimba Raya senada dengan
sikap Bung Karno yang tidak mau menandatangani surat “menyerah” kepada Belanda,
atau “membatalkan” proklamasi.
Sedangkan
siaran Radio Hilversum di negeri Belanda yang menyatakan Republik Indonesia
sudah tidak ada lagi, karena Belanda merasa sudah pasti, dengan jalan menyogok
Bung Karno, maka persoalan selesai semuanya, ternyata meleset. Belanda mencoba
menempuh jalan pintas untuk membunuh Bung Karno dengan racun, juga mengalami
kegagalan. Setelah itu Bung Karno, St. Syahrir dan H. Agus Salim di pindah ke Parapat.
Bahwa
Bung Karno hendak di racun, memang pernah tersiar luas di Aceh di masa perang
kemerdekaan, tetapi warna berita yang berpindah dari mulut ke mulut berubah.
Berita yang berkembang ketika itu di Aceh adalah: ketika Bung Karno di tawan di Parapat hendak
di racun dengan roti sarapan pagi, seorang pelayan mengatakan kepada Bung Karno,
“jangan makan roti itu pak, karena dalam roti itu ada racun. Ketika roti itu di
buang dan di makan oleh anjing, ternyata anjing itu mati. Rupanya meracuni Bung
Karno bukan di Parapat tetapi di Brastagi.
Barulah
tahun 2001 “jelas” duduk persoalan sebenarnya mengenai usaha untuk meracun Bung
Karno. Berdasarkan keterangan pelaku sejarah yaitu mantan pelayan Bung Karno
Karno Sobiran. Karno Sobiran ini sangat di hargai oleh Bung Karno. Dia pernah
di tawarkan bekerja di Istana Bogor, tetapi isterinya menolak dengan alasan tak
sangup menyesuaikan diri, kemudian di pekerjakan di Gubernuran Medan, hinggga
pensiun.
Abdullah arief adalah kepala studio Radio Rimba Raya yang berlokasi
di rongga-rongga sekaligus bertindak sebagai penyiar dalam bahasa Arab.
Sedangkan T.A. Talsya adalah wartawan Radio Rimba Raya yang gigih dan berani di
front medan area.
FOTO ABDULLAH ARIEF DAN T.A. TALSYA
Anak-anak
dari Bung Karno juga menghargai Karno Sobiran.
Setelah tersiar secara luas peranan Karno Sobiran, maka keluarga Bung Karno
dalam tahun 2002 menyumbang uang RP.25.000.000,- dan digunakan untuk membangun
rumah anaknya yang ditinggalkan. Karno Sobiran meninggal dunia pada tahun 2002
dalam usia 90 tahun, setahun setelah dia mengungkapkan peristiwa sejarah
kegagalan Belanda menyuap dan meracun Bung Karno.
Hari
minggu tanggal 19 desember 1948 Belanda melancarkan agresi militer kedua
terhadap RI. Ibukota negara Yogyakarta di duduki, Soekarno-Hatta dan sejumlah
menteri di tahan, kecuali Jenderal Soedirman hijrah ke pedalaman untuk memimpin
perang gerilya bersama rakyat pejuang. Juga seluruh Ibu kota Provinsi dan Kabupaten
hari itu di kuasai oleh serdadu Belanda, kecuali Aceh, satu-satunya wilayah RI
yang masih utuh Republik. Di samping itu, seluruh siaran Nasional RRI mulai
dari ibukota negara Yogykarta sampai Provinsi dan Kabupaten hilang dari udara,
vakum karena di bungkam oleh Belanda
Sekitar
tiga pekan sejak agresi militer II (tanggal 19 Desember 1948 s.d 12 januari
1949) angkasa Indonesia tanpa siaran Nasional RRI, tanpa komunikasi, tanpa
informasi. Semua pihak sedang menata RRI yang masih berfungsi adalah di Aceh,
dimana Radio perjuangan Rimba Raya di Takengon, Aceh Tengah mampu mengkoter siaran
Radio Belanda di Batavia dan Hilversum di Leiden, yang manyatakan RI sudah
tumbang.
Belanda
sangat terkejut mendengar siaran Radio perjuangan dari daerah Aceh, yang
membatah berita bohong yang di siarkan Radio Belanda. Bantahan ini disiarkan
secara luas kedalam dan keluar negeri, sehingga sampai di Dewan Keamanan PBB. Dengan di plomasi para diplomat RI
di PBB dan forum Internasional berhasil menggiring Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan
tembak-menembak atau genjatan senjata di Indonesia, dan menyelesaikan konflik
antara Indonesia-Belanda kemudian di lakukan lewat perundingan.
Radio
Rimba Raya ini juga berhasil menangkap siaran Radio gerilya di Wonosari, Jawa Tengah dan menyebarkannya ke PDRI di Bukit Tingi dan perwakilan RI di luar negeri
melalui dubes Dr. Sudarsono di India dan sebaliknya. “selain pemancar yang ada
di Wonosari, Jawa, masih terdapat pemancar Radio yang kuat di Sumatera, yaitu
di Kutaraja. Maksudnya Radio perjuangan “Rimba Raya”
Aceh Tengah”. Demikian tulis Jenderal T.B. Simantupang
dalam bukunya “laporan dari banaran”, penerbit PT pembangunan, Jakarta,
1959.
Fungsi
yang strategis dari Radio perjuanan Rimba Raya” menyebabkan ia dijuluki sebagai
“jubir” (juru biara) Republik di zama revolusi. Beberapa kali pemancar “Rimba Raya”
ini di serang dan di bom oleh pesawat
terbang Belanda untuk di hancurkan, tapi dapat di selamtkan oleh keliaian para
petugasnya yang cerdik dengan membuat kamuflase atau memindahkan lokasinya
secara gesit sewaktu- waktu.
Di
samping itu ada KAPTEN A.G. MUTYARA Kepala
penerangan tentara divisi X berkedudukan di Kutaraja
(Banda Aceh) yang membawa Radio Rimba Raya, sebagai sarana komunikasi di
masa perjuangan kemerdekaan.
SUMBER : Abidin hasyim dan kawan-kawan. Aceh daerah modal (Pemerintah Aceh) 2009
Di poskan oleh:
Nama : SUHAIMI
Jurusan : SKI (Sejarah dan Kebudayaan Islam)
Kampus : UIN AR-RANIRY, Banda Aceh
Asal : ABDYA