daun

Sabtu, 09 Mei 2015

Radio "RIMBA RAYA" (Peranannya Bagi Kemerdekaan Indonesia)


RADIO “RIMBA RAYA” (Peranannya Bagi kemerdekaan Indonesia)


Setelah Belanda melancarkan agresinya yang kedua, 19 Desember 1948, Radio Belanda Hilversum, Radio Belanda di Batavia dan di Medan mengumumkan bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi, seluruh kota-kota utama telah direbut dan diduduki oleh pihak Belanda. Semua pemimpin Republik Indonesia telah di tawan.
Masyarakat internasional menilai bahwa apa yang di umumkan oleh Radio Belanda itu memang benar. Karena kota-kota besar  tempat kedudukan pemerintah Republik Indonesia seperti yogyakarta, Bukit Tinggi, dan P. Siantar ibukota provinsi sumatera telah diduduki Belanda. Sementara radio-radio yang ada di kota-kota itu telah “dibungkam” semua. Belanda menganggap Republik Indonesia tidak “berkutik” dan tidak dapat bersuara lagi untuk menyampaikan pesan-pesan kemerdekaan ke luar negeri.
Sungguh tidak disangka oleh Belanda, bahwa tiba-tiba muncul di udara Radio Rimba Raya, yang menggunakan signal calling Radio Divisi X, Radio Republik Indonesia, Suara Indonesia Merdeka, yang bekerja pada frequensi 19,25 dan 61 meter, yang mempunyai kekuatan pemancar 350 watt untuk siaran telegrafi, dan 300 watt telefoni segera menjawab: “Republik Indonesia masih ada. Ada daerah yaitu daerah Aceh. Masih ada pemerintah, yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang berkedudukan di sumatera. Ada tentara, yaitu Tentara Republik Indonesia, dan masih ada rakyat yaitu rakyat Indonesia”.
Disamping itu ada Salah seorang tentara Inggris (sekutu) Abdullah Inggris yang bernama asli Jhon Edward Berpangkat Letnan membelot kepihak RI, kemudian di beri nama Abdullah. Dia menjadi anggota penerangan Tentara Divisi X dan menjadi penyiar dalam bahasa Inggris pada Radio Rimba Raya. Kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi Kapten. Adakalanya dia menjadi Ajudan Komandan Divisi X Kolonel Husin Yusuf.
Radio Rimba Raya dapat melaksanakan tugas yang amat penting, yaitu memelihara komunikasi dengan pimpinan pusat gerilya di sekitar pedalaman yogyakarta dan surakarta. Waktu itu hanya ada tiga pemancar gerilya yang beroperasi secara terbuka, yaitu siaran Republik dari hutan-hutan di Surakarta. Siaran pemerintah darurat R.I. (PDRI) di wakili Sumatera Barat, 15 km dari Paya Kumbuh, Radio perjuangan Rimba Raya yang berlokasi di antara Bireun-Takengon (Aceh). Bantahan dan perlawanan yang dilakukan oleh Radio Rimba Raya, membuat Belanda semakin tersudut. Betapa tidak, pemancar Radio Rimba Raya begitu kuat siarannya dapat di dengar di berbagai negara Asia, Australia, dan beberapa negara Eropa Barat. Tiap malam Radio ini muncul di udara dalam 6 bahasa, yaitu Inggris, Belanda, Indonesia, Arab, Cina, dan Urdu.
Pemancar Radio Rimba Raya mempunyai kekuatan 350 watt uantuk siaran telegrafis dan 300 watt untuk telefoni. Berdiri di samping pemancar ini. Letnan. A. Wahid Lubis, sekarang Kolonel (Purn.) salah seorang teknisi Radio Rimba Raya.
Berdasasrkan fakta sejarah, Radio Rimba Raya ini paling banyak di monitor oleh “All India Radio” di New Delhi, tempat kedudukan kepala perwakilan Indonesia Sudarsono. Sementara itu, “Australia Broadcasting Corporation” juga tetap memonitor Radio Rimba Raya. Kedua pemancar ini selalu bertanya hal-hal yang tidak jelas. Melalui siaran Radio Rimba Raya yang didukung oleh pemancar-pemancar gerilya yang lain, masyarakat luar negeri dan dalam negeri mengetahui secara pasti tingkat perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Bahwa pemimipin-pemimpin Republik Indonesia di tawan oleh Belanda sebagaimana disiarkan oleh Radio Belanda memang merupakan fakta sejarah. Begitu Belanda berhasil menduduki Yogyakarta, para pemimpin Indonesia Presiden Soekarno, Perdana Menteri Sutan Syahrir dan menteri luar negeri H. Agus Salim di tawan Belanda. Di Yogyakarta di terbangkan ke Jakarta, dari Jakarta ke Medan, kemudian di bawa ke Brastagi dan di tawan di sebuah pesanggerahan yang di kenal bernama Lau Kumba. Sedangkan Bung Hatta dan para pemimpin lainnya di terbangkan ke Bangka dan di tawan di sana.



RUMAH PESANGGERAHAN LAU KUMBA DULU

RUMAH PESANGGERAHAN LAU KUMBA SEKARANG


Ketika  Bung Karno, Sutan Syahrir, dan H. Agus Salim ditawan Belanda di Brastagi, ada suatu peristiwa sejarah yang begitu penting yang tidak pernah terungkap. Peristiwa itu adalah usaha Belanda hendak menyuap Bung Karno dengan uang Gulden satu peti, namun Bung Karno menolak. Setelah kegagalan itu, Bung Karno hendak di racun dengan menyuruh pelayan Bung Karno yang bernama Karno Sobiran untuk mencampur racun ke dalam makanan Bung Karno. Tetapi pelayan Bung Karno itu  menolak mentah-mentah, malah membentak perwira Belanda itu. Dia tidak peduli  terhadap resiko karena penolakan itu dia akan di tembak. Peristiwa sejarah ini di ungkap sendiri oleh Karno Sobiran mantan pelayan Bung Karno ketika di tawan di Pesanggerahan Lau Kumba. Kepada Muhammad TWH, Drs. Saiful Tanjung, dari Dinas Kebudayaaan dan Suharto MM dari Museum Negeri Banda Aceh. kami berkunjung ke rumah Karno Sobirsn tanggal 13 april 2001, di Jl. Kapten Muslim Gg. Sidomulyo, Medan pada saat itu, Karno Sobiran berumur 89 tahun, tetapi jalan pikirannya masih jernih, dan ingatannya masih sangat baik. Sebagai ilustrasi perlu kami ungkapkan peristiwa sejarah apa yang dilihat oleh Karno Sobiran sebagai berikut:
Kedatangan kami bertiga di sambut dengan wajah yang berseri-seri. Karno Sobiran membuka pembicaraan apa yang ingin kami ketahui
Dengan kata-kata yang terang dan teratur, Karno Sobiran mengatakan: “hari itu tanggal 22 Desember 1948, iring-iringan mobil masuk ke pekarangan pesanggerahan Lau Kumba. Bung Karno keluar dari salah satu mobil yang kapnya tertutup. Karno Sobiran menyongsong Bung Karno dengan membawa tas masuk ke kamar no.1 yang ada kamar mandinya di dalam. Sedangkan kamar no. 2 ditempati oleh perdana Menteri St. Syahrir dan H. Agus Salim.
Ketika Karno Sobiran memijit-mijit Bung Karno, Bung Karno berkata: “ kau tahu No, kita bisa merdeka berkat Rahmat Allah, kalau kita pikir mana bisa kita merdeka, lawan kita senjatanya lengkap, sedangkan kita hanya dengan bambu runcing. Berbagai kesulitan yang kita alami di masa lalu jangan kita ingat-ingat lagi, yang penting sekarang kita atur perjuangan ini sehingga kita bisa mencapai kemenangan.
Mengenai jalan cerita Bung Karno hendak di suap dengan uang Golden satu peti. Karno Sobiran menguraikan sebagai berikut:
Seminggu setelah Bung Karno di Pesanggerahan Lau Kumba Brastagi datanglah 8 orang pembesar Belanda. Kelihatan yang datang itu orang-orang berpangkat. Dua orang di antaranya berseragam putih. Kursi-kursi di ruang makan disuruh geser semua, Karno Sobiran sungguh tidak mengerti apa maksud orang-orang Belanda itu. Setelah ruangan kosong, dua orang membawa masuk satu peti lagi juga di bawa oleh perwira Belanda.
Tidak lama kemudian menyusul masuk 8 orang Belanda dan berdiri megelilingi dua peti itu. Ketika dua peti itu di buka alangkah terkejutnya karno.
Sobiran yang berdiri di pintu melihat satu peti penuh dengan uang Gulden Belanda yang masih baru, tetapi tidak sempat di perhatikan tukaran berapa, sedangkan satu peti lagi penuh dengan pakaian mewah yang harganya tentu amat mahal. Tetapi Karno Sobiran tidak mengetahui berapa pasang.
Setelah persiapan itu dilakukan, kemudian Bung Karno dipanggil dari kamarnya. Begitu keluar Bung Karno melihat pembesar-pembesar Belanda itu berdiri mengelilingi peti yang penuh berisi uang dan peti yang penuh berisi pakaian mewah. Bung karno berdiri dengan tenang dengan muka tidak enak. Tidak lama kemudian seorang pembesar Belanda yang berdiri dekat Bung Karno menyodorkan satu surat yang telah dipersiapkan dan pulpen kepada Bung Karno agar menandatangani surat itu. Bung Karno membaca surat itu dengan wajah yang telah berubah. Kemudian Bung Karno mengatakan dalam Bahasa Belanda yang artinya: “saya Bapak rakyat, saya akan tanya terlebih dahulu kepada rakyat. Kalau rakyat setuju, saya akan tanda tangani surat ini”.
Dengan muka masam Bung Karno meninggalkan Belanda-Belanda itu dan dia kembali ke kamarnya. Bung Karno tidak pernah mengatakan isi surat yang di suruh tanda tangani oleh Belanda, tetapi dalam situasi perang kemerdekaan surat itu adalah surat “menyerah kepada Belanda” atau “surat pembatalan prokalmasi kemerdekaan”.
Sikap tegas Bung Karno itu oleh orang-orang Belanda itu dianggap seperti “halilintar di siang bolong”. Belanda tidak menyangka bahwa uang Gulden yang begitu banyak tidak dapat mempengaruhi Bung Karno. Padahal petingggi-petinggi Belanda itu menjanjikan, begitu surat yang disodorkan itu ditandatangani Bung Karno akan di terbangkan ke negeri Belanda. Ketika Bung Karno hendak di suap, Sutan Syahrir dan H. Agus salim tidak melihat peristiwa itu karena kedua pemimpin Republik ini berada di dalam kamarnya.
Tiga pemimpin RI yang pernah di tawan Belanda pesanggerahan Lau Kumba Brastagi selama 12 hari. Kiri: Bung Karno, Sutan Syahrir, H.Agus salim dan perwira Belanda yang mengawalnya.

Petinggi-petinggi Belanda itu hanya 2 jam berada di Pesanggerahan itu, kemudian mereka kembali ke Medan dengan membawa kembali uang dan pakaian yang mewah yang ditolak mentah-mentah oleh Bung Karno. Semingggu kemudian datang lagi pembesar—pembesar Belanda hendak membujuk Bung Karno agar mau menandatangani surat yang di sediakan itu, tetapi bung karno tetap menolak.
Rupanya penolakan Bung Karno itu merupakan pukulan berat bagi Belanda. Hal ini telah mendorong mereka untuk membunuh Bung Karno dengan racun. Bebarapa hari setelah penolakan yang kedua kalinya, seorang perwira Belanda mencegat Karno Sobiran ketika sedang melangkah membawa makanan bung karno, ke kamarnya. Perwira Belanda itu menyerahkan satu botol kecil yang berisi racun dan disuruh untuk mencampur ke dalam makanan Bung Karno.
Karno Sobiran menolak dengan tegas dan mangatakan: “Gila kau, kalau kau sendiri menghadapi dia,seperti tikus disiram minyak”. Karno Sobiran waktu itu tidak peduli bahwa dia akan di tembak Belanda karena menolak mencampur racun kedalam makanan Bung Karno. Dengan kejadian ini, maka untuk kedua kalinya Belanda gagal, gagal menyuap dan gagal hendak meracuni Bung karno”.
Rupanya pengumuman Belanda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, diselaraskan dengan rencana menyogok Bung Karno dengan uang  yang begitu banyak. Satu peti uang Golden bukan sedikit. Belanda rupanya merasa yakin Bung Karno akan dapat “ditundukkan” dengan jumlah uang dan pakaian mewah dan dijanjikan akan di terbangkan dan menetap di negeri Belanda. Rupanaya maksud tersebut meleset. Republik Indonesia tidaka mau menyerah kepada Belanda dan tidak mau proklamasi kemerdekaan itu di batalkan.
Kalau Radio Rimba Raya menjawab bahwa Republik Indonesia masih ada, masih ada daerah, yaitu daerah Aceh, masih ada pemerintah, yaitu pemerintah darurat Republik Indonesia, masih ada Tentara Nasional Indonesia dan masih ada rakyat yaitu rakyat Indonesia. Disini jelaslah bahwa jawaban Radio Rimba Raya senada dengan sikap Bung Karno yang tidak mau menandatangani surat “menyerah” kepada Belanda, atau “membatalkan” proklamasi.
Sedangkan siaran Radio Hilversum   di negeri Belanda yang menyatakan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, karena Belanda merasa sudah pasti, dengan jalan menyogok Bung Karno, maka persoalan selesai semuanya, ternyata meleset. Belanda mencoba menempuh jalan pintas untuk membunuh Bung Karno dengan racun, juga mengalami kegagalan. Setelah itu Bung Karno, St. Syahrir dan H. Agus Salim di pindah ke Parapat.
Bahwa Bung Karno hendak di racun, memang pernah tersiar luas di Aceh di masa perang kemerdekaan, tetapi warna berita yang berpindah dari mulut ke mulut berubah. Berita yang berkembang ketika itu di Aceh adalah:  ketika Bung Karno di tawan di Parapat hendak di racun dengan roti sarapan pagi, seorang pelayan mengatakan kepada Bung Karno, “jangan makan roti itu pak, karena dalam roti itu ada racun. Ketika roti itu di buang dan di makan oleh anjing, ternyata anjing itu mati. Rupanya meracuni Bung Karno bukan di Parapat tetapi di Brastagi.
Barulah tahun 2001 “jelas” duduk persoalan sebenarnya mengenai usaha untuk meracun Bung Karno. Berdasarkan keterangan pelaku sejarah yaitu mantan pelayan Bung Karno Karno Sobiran. Karno Sobiran ini sangat di hargai oleh Bung Karno. Dia pernah di tawarkan bekerja di Istana Bogor, tetapi isterinya menolak dengan alasan tak sangup menyesuaikan diri, kemudian di pekerjakan di Gubernuran Medan, hinggga pensiun.
Abdullah arief adalah kepala studio Radio Rimba Raya yang berlokasi di rongga-rongga sekaligus bertindak sebagai penyiar dalam bahasa Arab. Sedangkan T.A. Talsya adalah wartawan Radio Rimba Raya yang gigih dan berani di front medan area.

FOTO ABDULLAH ARIEF DAN T.A. TALSYA

Anak-anak dari Bung Karno  juga menghargai Karno Sobiran. Setelah tersiar secara luas peranan Karno Sobiran, maka keluarga Bung Karno dalam tahun 2002 menyumbang uang RP.25.000.000,- dan digunakan untuk membangun rumah anaknya yang ditinggalkan. Karno Sobiran meninggal dunia pada tahun 2002 dalam usia 90 tahun, setahun setelah dia mengungkapkan peristiwa sejarah kegagalan Belanda menyuap dan meracun Bung Karno.
Hari minggu tanggal 19 desember 1948 Belanda melancarkan agresi militer kedua terhadap RI. Ibukota negara Yogyakarta di duduki, Soekarno-Hatta dan sejumlah menteri di tahan, kecuali Jenderal Soedirman hijrah ke pedalaman untuk memimpin perang gerilya bersama rakyat pejuang. Juga seluruh Ibu kota Provinsi dan Kabupaten hari itu di kuasai oleh serdadu Belanda, kecuali Aceh, satu-satunya wilayah RI yang masih utuh Republik. Di samping itu, seluruh siaran Nasional RRI mulai dari ibukota negara Yogykarta sampai Provinsi dan Kabupaten hilang dari udara, vakum karena di bungkam oleh Belanda
Sekitar tiga pekan sejak agresi militer II (tanggal 19 Desember 1948 s.d 12 januari 1949) angkasa Indonesia tanpa siaran Nasional RRI, tanpa komunikasi, tanpa informasi. Semua pihak sedang menata RRI yang masih berfungsi adalah di Aceh, dimana Radio perjuangan Rimba Raya di Takengon, Aceh Tengah mampu mengkoter siaran Radio Belanda di Batavia dan Hilversum di Leiden, yang manyatakan RI sudah tumbang.
Belanda sangat terkejut mendengar siaran Radio perjuangan dari daerah Aceh, yang membatah berita bohong yang di siarkan Radio Belanda. Bantahan ini disiarkan secara luas kedalam dan keluar negeri, sehingga sampai di Dewan Keamanan PBB. Dengan di plomasi para diplomat RI di PBB dan forum Internasional berhasil menggiring Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan tembak-menembak atau genjatan senjata di Indonesia, dan menyelesaikan konflik antara Indonesia-Belanda kemudian di lakukan lewat perundingan.
Radio Rimba Raya ini juga berhasil menangkap siaran Radio gerilya di Wonosari, Jawa Tengah dan menyebarkannya ke PDRI di Bukit Tingi dan perwakilan RI di luar negeri melalui dubes Dr. Sudarsono di India dan sebaliknya. “selain pemancar yang ada di Wonosari, Jawa, masih terdapat pemancar Radio yang kuat di Sumatera, yaitu di Kutaraja. Maksudnya Radio perjuangan “Rimba Raya” Aceh Tengah”. Demikian tulis Jenderal T.B. Simantupang dalam bukunya “laporan dari banaran”, penerbit PT pembangunan, Jakarta, 1959.
Fungsi yang strategis dari Radio perjuanan Rimba Raya” menyebabkan ia dijuluki sebagai “jubir” (juru biara) Republik di zama revolusi. Beberapa kali pemancar “Rimba Raya” ini di serang dan di bom  oleh pesawat terbang Belanda untuk di hancurkan, tapi dapat di selamtkan oleh keliaian para petugasnya yang cerdik dengan membuat kamuflase atau memindahkan lokasinya secara gesit sewaktu- waktu.
Di samping itu ada KAPTEN A.G. MUTYARA Kepala penerangan tentara divisi X berkedudukan di Kutaraja (Banda Aceh) yang membawa Radio Rimba Raya, sebagai sarana komunikasi di masa perjuangan kemerdekaan.

SUMBER : Abidin hasyim dan kawan-kawan. Aceh daerah modal (Pemerintah Aceh) 2009

Di poskan oleh:
Nama               : SUHAIMI
Jurusan            : SKI (Sejarah dan Kebudayaan Islam)
Kampus           : UIN AR-RANIRY, Banda Aceh
Asal                 : ABDYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar