Blangpidie yang sekarang
menjadi salah satu kota, yang terletak di kabupaten Abdya. Dulunya
banyak ditempati oleh orang-orang yang berasal dari suku batak dan gayo,
kemudian datang orang dari Aceh besar, Pidie dan Minangkabau. Rombongan yang
datang dari Lhong dipimpin oleh seorang Teungku terkenal dengan nama Teungku
Dilung dan rombongan dari Pidie
dipimpin oleh T.Bin Agam. Mereka membuat Sawah (Blang) sejak itu
daerah tersebut dianamakan Blangpidie. Sebagai wilayah dengan banyak
pemukiman para pendatang, sering timbul perselisihan lokal yang masih dapat
diatasi oleh Sultan Ibrahim Mansur Syah yang memerintah (1836 – 1870).
T.Ben Agam digantikan
oleh putranya T.Bin Abas dan selajutnya T. Bin Abas diganti pula
oleh putranya T. Bin Mahmud yang bergelar T. Bin Mahmud Setia Raja
yang mengobarkan perang melawan Belanda sampai 1908. Pada tahun 1900
Belanda memasuki kota blangpidie dan membangun tangsi disitu. Orang-orang
cina juga mulai berdatangan. Sejak itu kota Blangpidie bertambah maju dan
menjadi pusat perdagangan untuk wilayah sekitarnya. Barang-barang yang dijual
oleh orang cina sangat diperlukan oleh Tentara Belanda dan rakyat. Negeri ini
bertambah maju lagi setelah dibuat jalan dari Kutaraja ke Tapaktuan. Setiap
pedagang yang melintasi jalur tersebut mau tidak mau harus singgah di
Balngpidie. Karena perkembangannya begitu maju sehingga sekarang Blangpidie
menjadi ibu kota kabupaten Aceh Barat Daya atau sering disebut dengan singkatan
Abdya, yang telah terjadi pemekaran atau lepas dari Kabupaten Aceh Selatan.
Referensi:
H.M. Thamrin Z, Edy Mulyana, Pantai Barat Aceh di Panggung Sejarah,
Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2009. hal 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar